expr:class'>

Blogroll

Jumat, 09 Oktober 2015

Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat (Nirlaba/Non Profit)



Latar Belakang

Dalam banyak kasus, Soal konflik organisasi nirlaba jarang mengemuka ke publik, sering dipendam atau bahkan sengaja ditutupi demi kepentingan citra organisasi. Merupakan sebuah aib, jika organisasi yang mengusung nilai luhur dan misi sosial terjadi konflik didalamnya. Oleh karena itu, soal konflik internal di dapur para aktivis sosial dan lingkungan hidup ini jarang menjadi bahan pembelajaran secara luas. Pada batas tertentu konflik ini merupakan salah satu faktor penghambat penting dari organisasi nirlaba dalam mencapai tujuan organisasi. Sebagai organisasi publik, atau setidaknya mengklaim sebagai pengusung tujuan mulia organisasi nirlaba, sudah semestinya untuk melakukan pembelajaran terhadap masalah tata kelola termasuk keberadaan konflik didalamnya. Pembelajaran atas konflik internal bisa menjadi sarana bagi perbaikan terus menerus kerja dunia LSM, sebagai salah satu pilar demokrasi dan transformasi sosial di Indonesia.

Penyebab Konflik LSM

Faktor Penyebab yang mengakibatkan konflik ada dua hal, bersumber dari problem internal ataupun eksternal organisasi. Sumber eksternal adalah tekanan dari faktor kebijakan dan sumberdaya eksternal, utamanya adalah kebijakan donor dan keterbatasan sumberdaya. Akhir-akhir ini kalangan NGO tidak memiliki “kemewahan” lebih dibanding masa sebelumnya, berkaitan dengan minimnya sumber pendanaan dari luar negeri. Krisis ekonomi global dan munculnya isu isu “baru” mengubah arah pergerakan dunia LSM. Perubahan iklim, MDGs, krisis ekonomi dan lain sebagainya adalah narasi global yang menentukan arah pergerakan sumber pendanaan LSM saat ini. Hal ini akan mempengaruhi kondisi internal LSM dalam pergerakaannya, serta memunculkan konflik dalam konteks manajemen dan substansi tema gerak organisasi. Faktor internal adalah ketika konflik bersumber pada masalah dalam internal organisasi. Dalam momentum dan kasus tertentu, situasi potensial konflik seperti diulas diatas termanifestasikan dalam bentuk faksionalisasi kepentingan dan ketegangan antar lapisan kekuasaan dalam organisasi. Dalam banyak kasus, konflik dari sumber internal lebih sering terjadi dibanding konflik eksternal.

Yang Bertanggung Jawab

Konflik tersebut menimbulkan krisis ekonomi dan lain sebagai nya sehinnga NGO/Suatu kelompok atau asosiasi nirlaba yang beraktifitas di luar struktur politik yang terinstitusionalisasi itu lah yang bertanggung jawab pada konflik LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tersebut.

Kondisi Saat ini

Pada umumnya LSM di Indonesia mencerminkan kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan, ketidakadilan social, dan masalah HAM. Harus diakui bahwa pemerintah amat memerlukan LSM sebagai mitra, dalam melakukan pembangunan. Pemerintah dengan kondisi keuangan yang amat sangat memprihatinkan, bekerja sama dengan LSM berjuang agar rakyat Indonesia bebas dari kemiskinan. Dalam beberapa kasus kita dapat melihat, LSM menawarkan bantuannya untuk menggali potensi masyarakat miskin baik di kota maupun di desa. Dan pemerintah sendiri mengakui merasa terbantu dengan adanya uluran tangan LSM dalam membantu rakyat miskin.

Cara Mengatasi Konlfik tersebut

Cara mengatasi nya dengan Instrumen, Instrumen adalah sarana atau alat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam internal organisasi nirlaba. Instrumen tersebut adalah instrumen manajemen, struktur maupun moda komunikasi. Instrumen menajemen, seperti perencanaan, monitoring dan evaluasi serta pembiayaan bisa menjadi sarana untuk mengatasi konflik. Penggunaan instrumen formal kadang harus disertai dengan pendekatan yang lebih partisipatoris untuk mewadahi dan formalisasi kepentingan dari pihak atau kelompok yang berkonflik. Tanpa itu barangkali penggunaan instrumen manajemen akan menambah konflik baru. Pendekatan partisipatif dalam implementasi instrumen pada dasarnya adalah wadah untuk menuangkan kepentingan sehingga tejadi formalisasi kepentingan dalam manajemen. Kanalisasi kepentingan ini akan semakin mengikat konflik dalam saluran saluran resmi manajemen organisasi. Hambatan utama dalam pola ini adalah kesediaan manajemen puncak untuk bersabar dalam proses. Hal ini disebabkan ketika masalah sedemikian besar dan mendalam, serta menyangkut kepentingan manajemen puncak maka bisa diartikan sebagai ancaman terhadap posisi dan kepentingan manajemen puncak dalam organisasi. Kegagalan dalam menangani konflik dengan instrumen manajemen adalah karena ketidaksabaran, ketidakmauan dan keengganan manajemen puncak dalam terlibat proses partisipatif dalam implementasi perangkat manajemen tersebut, walaupun moda ini merupakan cara yang paling efektif karena sejalan dengan siklus kerja organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar