Dalam banyak kasus, Soal konflik organisasi nirlaba
jarang mengemuka ke publik, sering dipendam atau bahkan sengaja ditutupi demi
kepentingan citra organisasi. Merupakan sebuah aib, jika organisasi yang
mengusung nilai luhur dan misi sosial terjadi konflik didalamnya. Oleh karena
itu, soal konflik internal di dapur para aktivis sosial dan lingkungan hidup
ini jarang menjadi bahan pembelajaran secara luas. Pada batas tertentu konflik
ini merupakan salah satu faktor penghambat penting dari organisasi nirlaba
dalam mencapai tujuan organisasi. Sebagai organisasi publik, atau setidaknya
mengklaim sebagai pengusung tujuan mulia organisasi nirlaba, sudah semestinya
untuk melakukan pembelajaran terhadap masalah tata kelola termasuk keberadaan
konflik didalamnya. Pembelajaran atas konflik internal bisa menjadi sarana bagi
perbaikan terus menerus kerja dunia LSM, sebagai salah satu pilar demokrasi dan
transformasi sosial di Indonesia.
Penyebab
Konflik LSM
Faktor Penyebab yang mengakibatkan konflik ada dua
hal, bersumber dari problem internal ataupun eksternal organisasi. Sumber
eksternal adalah tekanan dari faktor kebijakan dan sumberdaya eksternal,
utamanya adalah kebijakan donor dan keterbatasan sumberdaya. Akhir-akhir ini
kalangan NGO tidak memiliki “kemewahan” lebih dibanding masa sebelumnya,
berkaitan dengan minimnya sumber pendanaan dari luar negeri. Krisis ekonomi
global dan munculnya isu isu “baru” mengubah arah pergerakan dunia LSM.
Perubahan iklim, MDGs, krisis ekonomi dan lain sebagainya adalah narasi global
yang menentukan arah pergerakan sumber pendanaan LSM saat ini. Hal ini akan
mempengaruhi kondisi internal LSM dalam pergerakaannya, serta memunculkan
konflik dalam konteks manajemen dan substansi tema gerak organisasi. Faktor
internal adalah ketika konflik bersumber pada masalah dalam internal
organisasi. Dalam momentum dan kasus tertentu, situasi potensial konflik
seperti diulas diatas termanifestasikan dalam bentuk faksionalisasi kepentingan
dan ketegangan antar lapisan kekuasaan dalam organisasi. Dalam banyak kasus,
konflik dari sumber internal lebih sering terjadi dibanding konflik eksternal.
Yang Bertanggung Jawab
Konflik tersebut menimbulkan krisis ekonomi dan lain
sebagai nya sehinnga NGO/Suatu kelompok atau asosiasi nirlaba yang beraktifitas
di luar struktur politik yang terinstitusionalisasi itu lah yang bertanggung
jawab pada konflik LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tersebut.
Kondisi
Saat ini
Pada umumnya LSM di Indonesia mencerminkan
kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan,
ketidakadilan social, dan masalah HAM. Harus diakui bahwa pemerintah amat
memerlukan LSM sebagai mitra, dalam melakukan pembangunan. Pemerintah dengan
kondisi keuangan yang amat sangat memprihatinkan, bekerja sama dengan LSM
berjuang agar rakyat Indonesia bebas dari kemiskinan. Dalam beberapa kasus kita
dapat melihat, LSM menawarkan bantuannya untuk menggali potensi masyarakat
miskin baik di kota maupun di desa. Dan pemerintah sendiri mengakui merasa
terbantu dengan adanya uluran tangan LSM dalam membantu rakyat miskin.
Cara
Mengatasi Konlfik tersebut
Cara mengatasi nya dengan Instrumen, Instrumen
adalah sarana atau alat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam
internal organisasi nirlaba. Instrumen tersebut adalah instrumen manajemen,
struktur maupun moda komunikasi. Instrumen menajemen, seperti perencanaan,
monitoring dan evaluasi serta pembiayaan bisa menjadi sarana untuk mengatasi
konflik. Penggunaan instrumen formal kadang harus disertai dengan pendekatan
yang lebih partisipatoris untuk mewadahi dan formalisasi kepentingan dari pihak
atau kelompok yang berkonflik. Tanpa itu barangkali penggunaan instrumen
manajemen akan menambah konflik baru. Pendekatan partisipatif dalam
implementasi instrumen pada dasarnya adalah wadah untuk menuangkan kepentingan
sehingga tejadi formalisasi kepentingan dalam manajemen. Kanalisasi kepentingan
ini akan semakin mengikat konflik dalam saluran saluran resmi manajemen
organisasi. Hambatan utama dalam pola ini adalah kesediaan manajemen puncak
untuk bersabar dalam proses. Hal ini disebabkan ketika masalah sedemikian besar
dan mendalam, serta menyangkut kepentingan manajemen puncak maka bisa diartikan
sebagai ancaman terhadap posisi dan kepentingan manajemen puncak dalam
organisasi. Kegagalan dalam menangani konflik dengan instrumen manajemen adalah
karena ketidaksabaran, ketidakmauan dan keengganan manajemen puncak dalam
terlibat proses partisipatif dalam implementasi perangkat manajemen tersebut,
walaupun moda ini merupakan cara yang paling efektif karena sejalan dengan
siklus kerja organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar